Rumah Balai Batak Toba Sumatra Utara
Rumah
Adat Batak Toba yaitu Rumah Bolon (Rumah Gorga atau Jabu Si Baganding Tua).
Biasanya Rumah terdiri atas Rumah dan juga sopo (lumbung padi) yang berada di
depan rumah. Rumah dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi
sebagai ruang bersama warga huta.Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga),
disebut Rumah Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang
tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang. Rumah berukuran
besar, disebut Rumah Bolon. dan rumah yang berukuran kecil, disebut Jabu
Parbale-balean.
Pada
Rumah Adat Batak juga terdapat banyak ukiran yang disebut gorga. Warna-warna
yang dipilih adalah merah, hitam dan putih, yang maksudnya adalah warna dari
alam yang mengacu pada flora dan fauna.
Filosofi
Rumah Batak Toba Rumah adat bagi orang Batak didirikan bukan hanya sekedar
tempat bemaung dan berteduh dari hujan dan panas terik matahari semata tetapi
sebenanya sarat dengan nilai filosofi yang dapat dimanfaatkan sebagai pedoman
hidup.
Beragam
pengertian dan nilai luhur yang melekat dan dikandung dalam rumah adat
tradisional yang mestinya dapat dimaknai dan dipegang sebagai pandangan hidup
dalam tatanan kehidupan sehari-hari, dalam rangka pergaulan antar
individu.
Dalam
kesempatan ini akan dipaparkan nilai filosofi yang terkandung didalamnya
sebagai bentuk cagar budaya, yang diharapkan dapat menjadi sarana pelestarian
budaya, agar kelak dapat diwariskan kepada generasi penerus untuk selalu rindu
dan cinta terhadap budayanya.
Makna
dan Simbolisme Rumah Ada Batak yaitu Pola penataan desa atau lumban/ huta
terdiri dari beberapa ruma dan sopo. Perletakan ruma dan sopo tersebut saling
berhadapan dan mengacu pada poros utara selatan. Sopo merupakan lumbung, sebagi
tempat penyimpanan makanan.
Dalam
hal ini, menunjukkan bahwa masyarakat Batak selalu menghargai kehidupan, karena
padi merupakan sumber kehidupan bagi mereka. Penafsiran Pola penataan lumban
yang terlindungi dengan pagar yang kokoh, dengan dua gerbang yang mengarah
utara-selatan, menunjukkan bahwamasyarakat Batak, memiliki persaingan dalam
kehidupan kesehariannya.
Jika
kita mengamati peta perkampungan Batak, maka dapat kita ketahui terdapat
beragam suku Batak, dengan lokasi yang berdekatan. Oleh karena iu, pola
penataan lumban berbentuk lebih menyerupai sebuah benteng dari pada sebuah
desa. Pada penataan bangunan yang sangat menghargai keberadaan sopo, yaitu selalu
berhadapan dengan ruma.
Hal
ini menunjukkan pola kehidupan masyarakat Batak Toba yang didominasi oleh
bertani, dengan padi sebagai sumber kehidupan yang sangat dihargainya. Di dalam
lumban, terdapat beberapa ruma dan sopo yang tertata secara linear. Beberapa
rumah tersebut menunjukkan bahwa ikatan keluarga yang dikenal dengan extended
family dapat kita ketemukan dalam masyarakat Batak Toba.
Kajian
Persolekan dalam rumah adat batak Sebelum mendirikan bangunan yaitu diadakan
upacara mangunsong bunti, yaitu upacara memohon kepada Tri-tunggal Dewa (Mula
Jadi Nabolon, Silaon Nabolon, dan Mengalabulan). Peserta upacara melipud Datu
Ari (dukum), Raja Perhata (ahli hukum adat), Raja Huta (kepala desa) dan
Dalihan Natolu (raja ni hula-hula, dongan tubu dan boru). Waktu mendirikan
bangunan diadakan upacara paraik tiang dan paraik urur (memasang tiang dan
urur). Setelah bangunan selesai diadakan 2 upacara, yakni: mangompoi jabu
(memasuki rumah baru) dan pamestahon jabu (pesta perhelatan rumah baru).
Suku
Batak terdiri dari enam kelompok Puak yang sebagian besar menempati daerah
Sumatera Utara, terdiri dari Batak Karo, Simalungun, Pak-Pak, Toba, Angkola dan
Mandailing. Suku Batak Toba adalah masyarakat Batak Toba yang bertempat tinggal
sebagai penduduk asli disekitar Danau Toba di Tapanuli Utara. Pola perkampungan
pada umumnya berkelompok. Kelompok bangunan pada suatu kampung umumnya dua
baris, yaitu barisan Utara dan Selatan. Barisan Utara terdiri dari lumbung
tempat menyimpan padi dan barisan atas terdiri dari rumah adat, dipisahkan oleh
ruangan terbuka untuk semua kegiatan sehari-hari.
Rumah
adat Batak Toba berdasarkan fungsinya dapat dibedakan ke dalam rumah yang
digunakan untuk tempat tinggal keluarga disebut ruma, dan rumah yang digunakan
sebagai tempat penyimpanan (lumbung) disebut Sopo. Bahan-bahan bangunan terdiri
dari kayu dengan tiang-tiang yang besar dan kokoh. Dinding dari papan atau
tepas, lantai juga dari papan sedangkan atap dari ijuk. Tipe khas rumah adat
Batak Toba adalah bentuk atapnya yang melengkung dan pada ujung atap sebelah
depan kadang-kadang dilekatkan tanduk kerbau, sehingga rumah adat itu
menyerupai kerbau. Punggung kerbau adalah atap yang melengkung, kaki-kaki
kerbau adalah tiang-tiang pada kolong rumah. Sebagai ukuran dipakai depa, jengkal,
asta dan langkah seperti ukuran-ukuran yang pada umumnya dipergunakan pada
rumah-rumah tradisional di Jawa, Bali dan daerah-daerah lain. Pada umumnya
dinding rumah merupakan center point, karena adanya ukir-ukiran yang berwarna
merah, putih dan hitam yang merupakan warna tradisional Batak.
Rumah adat Batak Toba pada bagian-bagian
lainnya terdapat ornamen-ornamen yang penuh dengan makna dan simbolisme, yang
menggambarkan kewibawaan dan kharisma. Ornamen-ornamen tersebut berupa orang
yang menarik kerbau melambangkan kehidupan dan semangat kerja, ornament-ornamen
perang dan dan sebagainya. Teknik ragam hias terdiri dari dua cara, yaitu
dengan teknik ukir teknik lukis. Untuk mengukir digunakan pisau tajam dengan
alat pemukulnya (pasak-pasak) dari kayu. Sedangkan teknik lukis bahannya diolah
sendiri dari batu-batuan atau pun tanaga yang keras dan arang. Atap rumah
terbuat dari ijuk yang terdiri dari tiga lapis. Lapisan pertama disebut
tuham-tuham ( satu golongan besar dari ijuk, yang disusun mulai dari jabu bona
tebalnya 20 cm dan luasnya 1x1,5 m2). Antara tuham yang satu dan dengan tuham
lainnya diisi dengan ijuk agar permukaannya menjadi rata. Lapisan kedua, yaitu
lalubaknya berupa ijuk yang langsung diambil dari pohon Enau dan masih padat,
diletakkan lapis ketiga. Setiap lapisan diikat dengan jarum yang terbuat dari
bambu dengan jarak 0,5 m.
0 komentar: