1.
Rumah Adat Aceh Asal Usul Dan Penjelasan
Singkat
Indonesia adalah
negara kepulauan yang terdiri dari bayak tradisi dan adat istiadat, dan Rumah
adat Aceh termasuk
dalam salah satunya. Rumah ini adalah salah satu rumah adat di Indonesia yang
menggunakan tangga di depan rumah tersebut untuk menghubungkan orang yang ingin
memasuki rumah tersebut. Rumah ini disebut juga sebagai Rumoh Aceh atau “Krong
Bade”. Krong Bade adalah rumah dengan bentuk yang seragam, yang kesemuanya
berbentuk persegi panjang, dan letaknya memanjang dari timur ke barat.
Penentuan letak arah ini dipakai guna mempermudah menentukan arah kiblat untuk
sholat.
Jika di Bali hampir
semua rumah mempunyai ornamen ukiran yang terdapat dalam rumah adat tersebut,
tidak semua rumah adat Aceh memiliki ukiran, dan kalaupun rumah-rumah
tersebut memiliki ukiran bentuknya tidak sama. Hal ini bergantung pada
kemampuan ekonomi si empunya rumah. Jika pemilik rumah mempunyai kemampuan
ekonomi yang di atas rata-rata, biasanya mereka akan memiliki rumah dengan
ukir-ukiran yang bagus dan mewah. Begitu juga sebaliknya, bagi orang yang
mempunyai kemampuan ekonomi pas-pas an atau rata-rata, maka tidak terdapat
begitu banyak ukir-ukiran di rumahnya.
Menurut keterangan
banyak warga Aceh, jumlah rumah adat Aceh yang ada di Aceh saat ini menurun
drastis. Kebanyakan warga Aceh lebih memilih untuk tinggal di rumah modern. Hal
tersebut dikarenakan banyak warga merasa rumah Krong Bade membutuhkan dana yang
tidak sedikit dalam pembangunannya, juga butuh banyak tenaga untuk proses
perawatannya. Fenomena ini sudah berlangsung sejak 30 tahun hingga sekarang.
Hungga tahun 1980, orang-orang Aceh masih bisa mendapatkan kayu sebaga material
utama dalam membangun Krong Bade. Sekarang, orang-orang lebih memilih membangun
rumah modern karena jumlah biaya yang digunakan separuh dari uang yang
dikeluarkan untuk Krong Bade.
Pada jaman dahulu kala, rumah adat Aceh atapnya terbuat dari daun
rumbia. Jadi jika ada kasus kebakaran, pemilik rumah bisa langsung memotong
bagian daun yang terbakar, tanpa kesulitan. Dan di depan rumah biasanya
terdapat guci atau gentong tempat menyimpan air. Gentong air ini digunakan
untuk menyimpan air untuk cuci kaki/membersihkan kaki jika seseorang ingin memasuki
rumah. Karena letak rumah ini beberapa cm di atas tanah, maka rumah ini
membutuhkan tangga bagi orang-orang yang ingin memasuki rumah; dan jumlah anak
tangga biasanya ganjil.
Krong Bade atau Rumoh Aceh adalah rumah
adat yang unik, yang mempunya kekhasan seperti kebanyakan rumah adat di
Indonesia. Rumah dengan arsitektur klasik dan terbuat dari kayu dan dipercantik
dengan ukir-ukiran ini ternyata tidak terlalu diminat lagi oleh penduduk Aceh
yang sudah tersentuh arus modernitas. Hal ini dikarenakan dalam membangun rumah
ini dibutuhkan banyak sekali biaya dan tenaga dalam pemeliharaannya.Rumah
adat Aceh merupakan jenis
rumah yang membutuhkan perawatan dan kemampuan ekonomi ekstra dalam proses
pembuatannya, karena materi dasar pembuatannya adalah kayu dan saat ini sudah
agak sulit bagi masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mendapatkan kayu.
Filosofi dan Keunikan Rumoh Aceh
Rumoh Aceh bukan sekadar tempat hunian, tetapi merupakan ekspresi keyakinan terhadap Tuhan dan adaptasi terhadap alam. Adaptasi masyarakat Aceh terhadap lingkungannya dapat dilihat dari bentuk rumoh Aceh yang berbentuk panggung, tiang penyangganya yang terbuat dari kayu pilihan, dindingnya dari papan, dan atapnya dari rumbia. Pemanfaatan alam juga dapat dilihat ketika hendak menggabungkan bagian-bagian rumah yang tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak atau tali pengikat dari rotan. Walaupun hanya terbuat dari kayu, beratap daun rumbia, dan tidak menggunakan paku, rumoh Aceh bisa bertahan hingga 200 tahun.
Pengaruh keyakinan masyarakat Aceh terhadap arsitektur bangunan rumahnya dapat dilihat pada orientasi rumah yang selalu berbentuk memanjang dari timur ke barat, yaitu bagian depan menghadap ke timur dan sisi dalam atau belakang yang sakral berada di barat. Arah Barat mencerminkan upaya masyarakat Aceh untuk membangun garis imajiner dengan Ka’bah yang berada di Mekkah. Selain itu, pengaruh keyakinan dapat juga dilihat pada penggunaan tiang-tiang penyangganya yang selalu berjumlah genap, jumlah ruangannya yang selalu ganjil, dan anak tangganya yang berjumlah ganjil.
Selain sebagai manifestasi dari keyakinan masyarakat dan adaptasi terhadap lingkungannya, keberadaan rumoh Aceh juga untuk menunjukan status sosial penghuninya. Semakin banyak hiasan pada rumoh Aceh, maka pastilah penghuninya semakin kaya. Bagi keluarga yang tidak mempunyai kekayaan berlebih, maka cukup dengan hiasan yang relatif sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali.
0 komentar: